Selasa, 29 Mei 2012

Maafkan kami...


Maafkan kami.......
Enu........Tuhan menganugerahkan engkau pada kami, memberikan kepercayaan kepada kami untuk menjadi satu keluarga. Begitu besar kepercayaan yang Tuhan berikan........tetapi kami telah menyia-nyiakannya....... Betapa besar beban yang harus kami pikul dengan ketidakmampuan kami untuk menerima anugerah Tuhan ini......Enu maafkan kami karena tidak mampu menanggung beban ini......maafkan kami........Kami sangat mencintai dan menyayangimu......Bapa, Mama dan Kakak Chyntia.....

Jumat, 18 Mei 2012

Kembali ke rumah Bapa di Surga








NASTASIA CHERYLIN VANNESA TEGOK, nama indah yang kuberikan kepada anakku tapi tak seindah penderitaan yang dialaminya. Anakku lahir tanggal 05 Februari 2012, di sore hari Minggu dengan cuara yang begitu cerah. Betapa bahagianya kami dengan kelahiran anak kedua ini.....tetapi rupanya Tuhan telah memiliki rencana lain.....Sejak dilahirkan, anak kami telah menanggung penderitaan yang amat besar, dan kami sebagai orang tua terlalu banyak memiliki kelemahan, keterbatasan kekuatan untuk menerima beban ini........beban yang teramat berat....yang tak kuat kami tanggung dengan kekuatan yang kami miliki........
Tanggal 05 Mei 2012 anak kamipun Kembali Ke Rumah Bapa di Surga. Tuhan........, Engkau yang memberikan dia kepada kami, kami pun rela Engkau mengambilnya kembali ke pangkuan-Mu. Selamat jalan anakku...........kami akan selalu merindukanmu.......Cinta dan sayang kami selalu untukmu. Doa kami selalu untukmu............Bapa, Mama dan kakak Chyntia..........

Jumat, 04 Mei 2012

PERMAINAN CACI


PERMAINAN CACI


Permainan caci seringkali diadakan pada saat upacara-upacara adat di Manggarai, misalnya upacara Penti, kenduri, dll. Permainan caci adalah permainan untuk kaum laki-laki. Dalam setiap pasang, seorang pemukul (lebat, paki cako) dengan cemeti (larik) sedangkan seorang lawannya menangkis (ta’ang) dengan sebatang busur (agang) dan perisai (toda, nggiling). Setelah yang menyerang mencambuk satu kali, ia menjadi penangkis dan seterusnya. Jika muka seorang pemain dilukai (beke), dihitung kalah. Kepala di penangkis dihiasai dan dilindungi dengan tanduk buatan (panggal), dengan destar (sapu, jonggo, nggobok) dan sebuah janggut buatan dari manik-manik (tubi-rapa, tangge). Pada punggung disisipi ekor buatan (lalong-ndeki). Pemain-pemain sering menyumbar dengan semboyannya (paci).

Upacara Ruda Lodok

Upacara Ruda Lodok

Ruda Lodok adalah suatu upacara yang berarti bahwa pekerjaannya di Lodok sudah selesai, ditutup dengan resmi, dan dikembalikan kepada pemiliknya yang tidak kelihatan (roh-roh).

Dengan mengadakan upacara ini petani mengikuti perintah dari nenek moyang, kebun tidak boleh dikerjakan lagi secara resmi dan komunal, tetapi secara individual masih dapat diolah, walaupun tidak boleh bekerja mulai dari pusat kebun (lodok), tetapi harus mulai dari pinggir luar kebun dan tidak sampai ke pusat.

Nama lengkap yang dipakai bagi upacara ini adalah ruda lodok/mempo sojo atau ruda lodok/mempo koret. Mempo berarti hancur dan sojo atau koret adalah sebuah lidi kecil pada ujung cemeti, yang dipakai dalam permainan caci. Dengan istilah ini hendak dinyatakan bahwa permainan caci dan pesta sudah selesai dengan baik. Istilah yang juga dipakai dalam hubungan ini adalah ruda raja, yang berarti bahwa segala soal lain selesai juga selesailah penghormatan woja dangka, padi bercabang; woja poa, padi yang bertangkai pendek dan bertumbuh rapat sekali dll jika terdapat dalam kebun, sebab jika upacara penghormatan ini tidak dilangsungkan maka dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan (nangki). Ruda raja berarti juga bahwa segala kelupaan, kelalaian dan kesalahan telah terurus pula.

Cear Cumpe

Cear Cumpe


Dalam adat Manggarai, selama lima hari setelah melahirkan, ibu dan anak akan tidur di sekitar perapian atau tungku api (sapo). Mereka tidur di tempat khusus yang disebut Cumpe. Cumpe ini tidak boleh digunakan oleh orang lain. Setelah lima hari, maka segera diadakan upacara wa’u wa tana (turun ke tanah). Saat itulah untuk pertama kalinya ibu dan anak dibawa keluar rumah untuk diperkenalkan kepada anggota kampung dan diterima ke dalam masyarakat yang lebih luas sebagai manusia sosial. Upacara ini juga sering disebut Cear Cumpe yang berarti pembongkaran tempat tidur (cumpe) di sekitar perapian atau sapo.

Ata one ko ata pe’ang (upacara waktu kelahiran anak)

Ata one ko ata pe’ang (upacara waktu kelahiran anak)


Pada beberapa tempat di Manggarai, pada saat seorang anak dilahirkan, orang tua atau keluarga dari anak yang dilahirkan tersebut akan keluar dari dalam rumah dan memukul dinding rumah dengan ikatan lidi sambil bertanya: “Ata one ko ata pe’ang”? (orang dalam atau orang luar). Ata one berarti anak laki-laki yang akan tetap tinggal di dalam rumah dan menjadi anggota suku itu sampai mati. Sedangkan Ata pe’ang berarti anak perempuan yang akan menjadi anggota suku lain ketika ia kawin dengan orang lain dari suku lain. Orang-orang di dalam rumah akan memberikan jawaban ata one atau ata pe’ang. Setelah itu baru dilakukan pemotongan tali pusat.

Placenta yang keluar dari rahim ibu akan disiram dengan air hangat dan dicampur dengan abu dapur agar tidak membusuk. Di beberapa tempat di Manggarai, placenta dan tali pusat yang telah dipotong tadi dibungkus dengan tikar dan dikubur di kolong rumah dan di atasnya diletakkan sebuah batu.