Jumat, 19 Juli 2013

balibelo (hiasan kepala untuk wanita di daerah Manggarai)





Mahasiswa STKIP St. Paulus Ruteng - Flores - NTT, mengenakan pakaian adat manggarai dan berhiaskan BALIBELO di kepala

Pada Suatu Kuliah



Lelaki berjuluk profesor itu bertanya pada mahasiswa nya, “Apakah semua yang ada adalah ciptaan Tuhan?” Seorang mahasiswa yang duduk paling belakang spontan menjawab, “Ya, Profesor, Tuhan memang menciptakan semuanya. Saya rasa kita semua tidak meragukan hal itu.” “ Itu benar,. Keterangan tentang itu banyak terdapat di kitab-kitab suci,” sahut mahasiswa lainnya.

Sang Profesor hanya mengangguk. Sesaat beliau tampak setuju dengan jawaban mahasiswanya. Namun tiba-tiba beliau bertanya lagi, “ Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan juga menciptakan Kejahatan. Sebab kejahatan itu bukan sekedar khayalan, tapi benar-benar real. Kalian bisa melihatnya disurat-surat kabar kriminal. Nah, jika kejahatan itu ada dan setiap yang ada pasti ada penciptanya, maka Tuhan lah yang menciptakan kejahatan. Kalian yang bilang sendiri tadi bahwa Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan juga menciptakan kejahatan.”

Kedua mahasiswa yang tadi menjawab kali ini cuma bengong. Beberapa mahasiswa lain juga kelihatan tercengang. Melihat mahasiswanya “kalah”, profesor itu kemudian tersenyum. Kedua matanya berbinar senang. “Nah, kini jelaslah bahwa agama hanyalah mitos. Bahkan mungkin Tuhan sendiri hanya ada dalam bayangan kalian, bukan diatas langit sana.”

Seorang mahasiswa tiba-tiba mengacungkan tangan dan berkata, “Profesor , boleh saya bertanya sesuatu?” “Tentu saja”, jawab si Profesor dengan senang.

Mahasiswa itu kemudian berdiri, “Profesor, apakah dingin itu ada?”, ujarnya.

"Pertanyaan macam apa itu?tentu saja dingin itu ada. Apa selama ini kamu tinggal di gurun pasir?” sahut Profesor yang kemudian diiringi tawa mahasiswa lainnya.

“Kenyataannya, Pak,” jawab mahasiswa tersebut, “dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi diam dan tidak bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas.”

Suara tawa mendadak hilang. Kelas hening. Sesaat kemudian mahasiswa itu kembali berkata, 

“Profesor, apakah gelap itu ada?” 

Profesor itu menjawab, “Tentu saja gelap itu ada.” 

Mahasiswa itu menjawab, “Sekali lagi anda salah. Gelap itu juga tidak ada. Gelap adalah keadaan dimana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya ruangan tersebut. Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya.”

Kelas makin hening. Sang Profesor diam-diam meringis. Tiba-tiba mahasiswa itu bertanya lagi, 

“Profesor, apakah kejahatan itu ada?” 

Dengan bimbang, profesor itu menjawab, “Tentu saja, seperti yang telah ku katakan sebelumnya. Kita melihat setiap hari di  Koran dan TV. Banyak perkara kriminal dan kekerasan di antara manusia. Perkara-perkara tersebut adalah manifestasi dari kejahatan.”

Namun mahasiswa itu lagi-lagi membantahnya, “Sekali lagi Anda salah, Pak. Seperti dingin atau gelap, kejahatan adalah kata yang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan kasih sayang Tuhan. Tuhan tidak menciptakan kejahatan. Kejahatan adalah hasil dari tidak adanya kasih Tuhan dihati manusia. Seperti dingin yang timbul dari ketiadaan panas dan gelap yang timbul dari ketiadaan cahaya.” 

Profesor itu terdiam. Mahasiswa itu kembali duduk. Untuk sesaat ruang kuliah dipenuhi keheningan hingga suara profesor memecahnya.

“Siapa nama mu, Nak?”

“Albert, Sir. Albert Einstein……”

Sumber : http://inspirasipagi.wordpress.com

Empat Lilin



Ada 4 lilin yang menyala, Sedikit demi sedikit habis meleleh. Suasana begitu sunyi sehingga terdengarlah percakapan mereka.
Yang pertama berkata: “Aku adalah Damai.” “Namun manusia tak mampu menjagaku: maka lebih baik aku mematikan diriku saja!”  Demikianlah sedikit demi sedikit sang lilin padam.
Yang kedua berkata: “Aku adalah Iman.” “Sayang aku tak berguna lagi.” “Manusia tak mau mengenalku, untuk itulah tak ada gunanya aku tetap menyala.” Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya.
Dengan sedih giliran Lilin ketiga bicara:”Aku adalah Cinta” “Tak mampu lagi aku untuk tetap menyala.” “Manusia tidak lagi memandang dan mengganggapku berguna.” “Mereka saling membenci, bahkan membenci mereka yang mencintainya, membenci keluarganya.” Tanpa menunggu waktu lama, maka matilah Lilin ketiga.
Tanpa terduga…
Seorang anak saat itu masuk ke dalam kamar, dan melihat ketiga Lilin telah padam. Karena takut akan kegelapan itu, ia berkata: “Ekh apa yang terjadi?? Kalian harus tetap menyala, Aku takut akan kegelapan!” Lalu ia mengangis tersedu-sedu.
Lalu dengan terharu Lilin keempat berkata: Jangan takut, Janganlah menangis, selama aku masih ada dan menyala, kita tetap dapat selalu menyalakan ketiga Lilin lainnya:  ” Akulah H A R A P A N “
Dengan mata bersinar, sang anak mengambil Lilin Harapan, lalu menyalakan kembali ketiga Lilin lainnya.
Apa yang tidak pernah mati hanyalah H A R A P A N yang ada dalam hati kita….dan masing-masing kita semoga dapat menjadi alat, seperti sang anak tersebut, yang dalam situasi apapun mampu menghidupkan kembali Iman, Damai, Cinta dengan H A R A P A N-nya!

Sumber : http://inspirasipagi.wordpress.com

Dua Lelaki



Sebuah kapal karam diterjang badai hebat. Hanya dua lelaki yang dapat menyelamatkan diri dan berenang ke pulau kecil yang gersang. Dua orang yang selamat itu tak tahu apa yang harus dilakukan kecuali berdoa. Untuk mengetahui doa siapakah yang paling dikabulkan, mereka sepakat pergi ke daerah berasingan dan mereka tinggal berjauhan.
Doa pertama, mereka memohon diturunkan makanan. Esok harinya, lelaki pertama melihat sebuah pohon penuh buah-buahan tumbuh di sisi tempat tinggalnya. Sedangkan di daerah tempat tinggal lelaki yang lainnya tetap kosong.
Seminggu kemudian. Lelaki pertama merasa kesepian dan memutuskan berdoa agar diberikan isteri, keesokan harinya, ada kapal karam dan satu-satunya penumpang yang selamat adalah seorang wanita yang terdampar di sisi pulau tepat lelaki pertama tinggal. Sedangkan di sisi tempat tinggal lelaki ke dua tetap saja tidak ada apa-apa.
Segera saja, lelaki pertama ini berdoa memohon rumah, pakaian dan makanan. Keesokan harinya, seperti keajaiban, semua yang diminta hadir untuknya. Sedangkan lelaki yang kedua tetap saja tidak mendapatkan apa-apa.
Akhirnya, lelaki pertama ini berdoa meminta kapal agar ia dan isterinya dapat meninggalkan pulau itu.
Pagi siang hari mereka menemui kapal tertambat di sisi pantainya. Segera saja lelaki pertama dan isterinya naik ke atas kapal dan siap-siap berlayar meninggalkan pulau itu. Ia pun memutuskan meninggalkan lelaki kedua yang tinggal di sisi lain pulau. Menurutnya lelaki kedua itu tidak pantas menerima keajaiban tersebut kerana doa-doanya tak pernah terkabulkan.
Apabila kapal siap berangkat, lelaki pertama mendengar suara dari langit, “Hai. Mengapa engkau meninggalkan rakanmu yang ada di sisi lain pulau ini?”
“Berkatku hanyalah milikku sendiri, hanya kerana doakulah yang dikabulkan,” jawab lelaki pertama.
“Doa temanku itu tak satupun dikabulkan. Maka ia tak pantas mendapatkan apa-apa,”
“Kau salah!” suara itu bertempik.
“Tahukah kau bahwa rakanmu itu hanya memiliki satu doa. Dan semua doanya terkabulkan. Bila tidak, maka kau takkan mendapatkan apa-apa.”
Lelaki pertama bertanya, “Doa macam apa yang dia panjatkan sehingga aku harus berhutang atas semua ini padanya?”
“Dia berdoa agar semua doamu dikabulkan”
Kesombongan macam apakah yang membuat kita merasa lebih baik dari yang lain? Banyak orang yang telah mengorbankan segalanya demi kebahagiaan kita. Tak selayaknya kita mengabaikan peranan orang lain, dan janganlah menilai sesuatu hanya dari “yang terlihat” saja.
Semoga kita bisa mengambil pelajarannya.

Sumber : http://inspirasipagi.wordpress.com/

Renungan Saat Menghadapi Kesusahan



Saat kita mengalami berbagai kesulitan, apakah kita menjadi seperti wortel, telur, atau kopi? Cerita berikut ini bisa jadi bahan renungan.

Seorang anak perempuan mengomel kepada ayahnya tentang kehidupannya dan bagaimana keadaan sungguh sangat berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana ia menanganinya dan ia ingin menyerah. Ia lelah untuk terus bertarung dan berjuang. Sepertinya ketika satu masalah diselesaikan timbul masalah lain.

Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur, lalu mengisi 3 panci dengan air dan meletakkannya di api. Tak lama, air di ketiga panci itu mulai mendidih.

Di satu panci ia meletakkan wortel, di panci lain ia meletakkan telur, dan di panci terakhir ia meletakkan biji-biji kopi. Ia membiarkannya mendidih, tanpa berkata sepatah kata apapun.

Anak perempuannya dengan tidak sabar bertanya-tanya dalam dirinya apa yang ayahnya lakukan. Ia memiliki masalah, dan ayahnya membuat ramuan aneh. Setengah jam kemudian, sang ayah berjalan ke kompor dan mematikan apinya. Ia mengambil wortel dan telur lalu meletakkannya di piring. Kemudian mengambil kopi dari panci terakhir dan meletakkannya di gelas.

Sang ayah bertanya, "Sayang apa yang kamu lihat,"

Dengan cepat, ia menjawab, "Wortel, telur, dan kopi."

Sang ayah membawanya lebih dekat dan memintanya untuk meraba wortel. Ia melakukannya dan merasakan wortel itu sudah lunak. Sang ayah lalu menyuruhnya mengambil telur yang sudah direbus itu dan memecahkannya. Setelah membuka cangkang telur, ia mengamati isinya yang padat. Akhirnya, sang ayah menyuruhnya untuk meminum sedikit kopinya. Wajahnya berkerut merasakan kekuatan rasa kopi itu.

Ia bertanya, "Apa maksud dari ini semua ayah?"

Sang ayah menjelaskan, "Setiap benda ini mengalami hal yang sama, 100 derajat air panas. Tetapi setiap benda bereaksi secara berbeda."

"Wortel pada mulanya masuk dengan keadaan kuat dan keras. Tetapi setelah melalui air mendidih, ia menjadi lunak dan lemah."

"Telur sangatlah rapuh. Cangkang luar yang tipis melindungi cairan di dalamnya. Tetapi setelah berada dalam air mendidih, dalamnya menjadi mengeras."

"Akan tetapi biji kopi adalah unik. Setelah mereka berada di air mendidih, ia menjadi semakin kuat dan kaya rasa dan baunya." "Yang mana dirimu?" Sang ayah bertanya pada anak perempuannya.

Ketika kesulitan mengetuk pintumu, bagaimana kamu menanggapinya?

Apakah kamu adalah wortel, telur, atau biji kopi?

Apakah kamu wortel yang terlihat kuat, tetapi dengan sedikit rasa sakit, kesulitan, panas kamu menjadi lesu dan lunak tanpa kekuatan?

Apakah kamu telur, yang awalnya memiliki hati yang lunak dan semangat yang terus mengalir seperti cairan? Tetapi setelah sebuah kematian orang terdekatmu, sebuah perpisahan, sebuah perceraian, sebuah PHK kamu menjadi keras dan kaku. Cangkangmu terlihat sama, namun kamu hati dan jiwamu berubah menjadi sangat keras dan kaku.

Atau kamu seperti biji kopi? Biji kopi tidak mendapatkan rasa dan aroma yang kuat sampai ia dipanaskan dalam air mendidih 100 derajat. Ketika keadaan semakin buruk, kamu justru semakin baik. Ketika hari-hari semakin kelam, ujian-ujian semakin berat, jiwamu justru naik ke level selanjutnya.

Bagaimana kamu menangani kesulitan? Apakah kamu wortel, telur, atau biji kopi?

Sumber: http://www.apakabardunia.com