Senin, 24 November 2014

Kisah guru yg bijak dan wanita cantik



Alkisah, di masa lampau di negeri Jepang, ada sebuah perguruan silat yang terkenal. Suatu saat seorang pendeta tua yg juga adalah guru besar di perguruan tersebut dan muridnya yang masih muda melakukan suatu  perjalanan. Suatu ketika mereka melewati sebuah sungai yang lebar dan berarus deras, di tepian sungai tampak ada seorang wanita cantik yang takut untuk menyeberangi sungai itu dan menunggu orang-orang untuk membantunya menyeberangi sungai itu. Sang murid yang jarang bertemu wanita di perguruan nya, terpesona sekali melihat wanita tersebut,  namun ia memilih diam saja, demi menghormati sang guru dengan apa yg diajarkannya selama ini.
Melihat orang yang butuh bantuan, sang guru bijak pun mendekati wanita tersebut dan menawarkan bantuannya untuk menyeberangkan nya melewati sungai. Sang gadis pun menerima tawaran tersebut, akhirnya wanita tersebut di gendong oleh guru bijak itu menyeberangi sungai dan menurunkannya di pinggir seberang sungai. Kemudian Guru bijak itu meneruskan perjalanannya  di ikuti oleh muridnya.Dalam perjalanan, murid muda itu menggerutu dalam hati dan gemas akan perilaku sang guru itu yang menggendong wanita itu yang menurut dia tak dipantas dilakukannya. Ia berpendapat, seharusnya sebagai seorang guru yang bijak, tidak selayaknya  menggendong wanita cantik itu, karena akan menurunkan wibawa dan kharismanya.
Sesampainya di perguruan maka sang murid itu menumpahkan semua kekesalannya kepada Guru Bijak itu karena perilaku nya menggendong perempuan cantik di tepi sungai tadi.
Bapak Guru , kenapa engkau menggendong perempuan cantik, bukankah engkau sebagai seorang pendeta telah melanggar ajaran yang selama ini engkau ajarkan kepada kami, murid-muridmu untuk tidak menyentuh wanita. Kenapa engkau tidak memberi contoh yang baik, tindakanmu menggendong perempuan cantik itu sangat tidak cocok dengan posisimu sebagai guru dan pendeta di perguruan ini” Keluh dan gerutu si murid kepada guru bijak.
Guru Bijak itu dengan lembut tanpa marah berkata kepada muridnya ”Anakku, wanita cantik itu tadi sudah lama saya turunkan di pinggir sungai, saya bantu dengan hati yg bersih dan telah kulupakan, tetapi kenapa engkau hingga sampai kini tetap menggendongnya dalam pikiran mu ?
Bersihkanlah pikiranmu, murid ku, tadi saya membantunya dengan hati yg bersih. Jangan engkau kembangkan pikiran2 yang lain yang membuat kalut di pikiran, sebab kadangkala setan membisikan pikiran2 jelek, jika kita pelihara pikiran jelek tersebut, maka akan membuat kita terjebak dalam pikiran yang kotor tersebut dan tidak menemukan kedamaian. Jangan pelihara ( gendong) segala pikiran jelek berlama-lama, letakkanlah pada tempatnya, bersihkanlah pikiran mu.  Kebanyakan kita masih sering menggendong masalah masa lalu kita walau sebenarnya sudah selesai, dan ini menimbulkan ketidaknyamanan hati.    ( Sumber, cerita lama dari Jepang )
Cerita lama di atas adalah juga semacam cerita simbolik yang menggambarkan bagaimana manusia perlu kejernihan hati dan kebersihan pikiran dalam menempuh kehidupan di dunia ini. Wanita cantik dalam cerita diatas yang membuat sang murid begitu terpesona, adalah juga gambaran pesona dunia yg begitu menawan hati, dalam realita kehidupan pesona dunia tersebut bisa dalam bentuk silau atas pesona harta kekayaan, jabatan yg tinggi, harta benda seperti rumah, kendaraan yang besar mewah, kekuasaan, dan berbagai bentuk kenikmatan dunia lain nya, yang secara naluriah jadi pengharapan dan impian kebanyakan manusia.
Seorang manusia yang memiliki prinsip hidup dilandasi pemahaman agama yg kuat, tak akan mudah silau dengan pesona nikmat dunia tersebut, karena ia tahu itu semua hanyalah kenikmatan yang sementara. Kenikmatan dunia yang kita terima patut disyukuri, namun itu hanyalah jadi sarana dalam menempuh jalan hidup ini, bukan menjadi tujuan. Itu semua bisa difahami kalau kita memiliki hati yang jernih dan niat yg ikhlas.
Seorang ulama besar pernah berkata  “Dunia dan kenikmatannya cukuplah bagai dalam genggaman tangan saja, janganlah sampai dimasukkan ke dalam hati”.

GURU



Menjadi guru, bukanlah pekerjaan mudah. Didalamnya, dituntut pengabdian, dan juga ketekunan. Harus ada pula kesabaran, dan welas asih dalam menyampaikan pelajaran. Sebab, sejatinya, guru bukan hanya mendidik, tapi juga mengajarkan. Hanya orang-orang tertentu saja yang mampu menjalankannya.

Teman, menjadi guru bukan pekerjaan mentereng. Menjadi guru juga bukan pekerjaan yang gemerlap. Tak ada kerlap-kerlip lampu sorot yang memancar, juga pendar-pendar cahaya setiap kali guru-guru itu sedang membaktikan diri. Sebab mereka memang bukan para pesohor, bukan pula bintang panggung.

Namun, ada sesuatu yang mulia disana. Pada guru lah ada kerlap-kerlip cahaya kebajikan dalam setiap nilai yang mereka ajarkan. Lewat guru lah memancar pendar-pendar sinar keikhlasan dan ketulusan pada kerja yang mereka lakukan. Merekalah sumber cahaya-cahaya itu, yang menyinari setiap hati anak-anak didik mereka.

Dari gurulah kita belajar mengeja kata dan kalimat. Pada gurulah kita belajar lamat-lamat bahasa dunia. Lewat guru, kita belajar budi pekerti, belajar mengasah hati, dan menyelami nurani. Lewat guru pula kita mengerti tentang banyak hal-hal yang tak kita pahami sebelumnya. Tak berlebihankah jika kita menyebutnya sebagai pekerjaan yang mulia?

Teman, jika ingin merasakan pengalaman batin yang berbeda, cobalah menjadi guru. Rasakan kenikmatan saat setiap anak-anak itu memanggil Anda dengan sebutan itu, dan biarkan mata penuh perhatian itu memenuhi hati Anda. Ada sesuatu yang berbeda disana. Cobalah. Rasakan.

Berhentilah Menjadi Gelas

(Cerita Seorang Guru Sufi dan Muridnya)

Kadang kita hidup ini seperti roda, kadang diatas kadang dibawah. Banyak problem yang harus kita hadapi dan kadang kita putus asa karena tidak sanggup menghadapi masalah.
Inilah Cerita Seorang Guru Sufi dan Muridnya :
Seorang guru Sufi mendatangi seorang muridnya ketika wajahnya belakangan ini selalu tampak murung.
Kenapa kau selalu murung nak ? Bukankah banyak hal yang indah didunia ini?  sang guru bertanya.
Guru, belakanan ini hidup saya penuh masalah. Sulit bagi saya untuk tersenyum. Masalah datang seperti tak ada habis-habisnya,  jawab sang murid muda.
Sang guru terkekeh.  Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam. Bawalah kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu.   Si muridpun beranjak pelan tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan gurunya itu, lalu kembali lagi membawa gelas dan garam sebagaimana yang diminta.
Coba ambil segenggam garam itu dan masukan ke dalam segelas air,  kata sang guru.  Setelah itu coba kamu minim airnya sedikit.
Si muridpun melakukanya. Wajahnya kini meringis karena meminum air asin. Bagaimana rasanya?  Tanya sang guru.  Asin dan perutku jadi mual, jawab si murid dengan wajah masih meringis. Sang Guru tersenyum melihat wajah muridnya yang meringis keasinan.
Sekarang kamu ikut aku. Sang guru membawanya ke danau di dekat mereka. Ambil garam yang tersisa dan tebarkanlah ke danau. Si murid menebarkan segenggam garam sisa ke danau tanpa bicara apapun. Rasa asin dimulutnya belum hilang. Ia ingin meludahkan rasa asin dimulutnya, tapi tak dilakukanya. Tak sopan rasanya meludah di hadapan mursyid.
Sekarang coba kamu minum air danau itu, kata sang guru sambil mencari batu yang cukup datar untuk didudukinya, tepat dipinggir danau. Si murid menangkupkan kedua tangannya , mengambil air danau dan meminumnya. Ketika air dingin segar mengalir di tenggorokanya, sang Guru bertanya, Bagimana rasanya?
Segar, segar sekali, kata simurid sambil mengelap bibirnya. Tentu saja air danau ini berasal dari sumber mata air diatas sana. Dan airnya mengalir menjadi sungai kecil dibawah.  Terasakah rasa garam yang kau taburkan?  tanya sang Guru.  Tidak sama sekali, kata si murid sambil mengambil air minumnya lagi. Sang Guru hanya tersenyum dan membiarkan muridnya mengambil minum sampai puas.
Nak, kata sang Guru setelah muridnya selesai minum. Segala masalah dalam hidup ini seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih. Hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang kau hadapi dalam hidupmu itu  dikadar oleh Allah, sesuai untuk dirimu. Jumlahnya tetapi segitu-gitu aja tidak berkurang dan tidak bertambah. Setiap manusia yang lahir ke dunia inipun demikian. Tidak ada satupun manusia,walau dia seorang nabi yang terbebas dari penderitaan dan masalah.
Si murid terdiam mendengarkan. Tapi Nak, Rasa ‘asin’ dari penderitaan yang dialami itu sangat tergantung dari besarnya ‘qalbu’(hati) yang menampungnya.
Jadi Nak, supaya tidak merasa menderita, Berhentilah Menjadi Gelas. Jadikan qalbu dalam dadamu itu sebesar danau.
Sahabat, terkadang masalah yang kecil menjadi besar tatkala hati kita sempit. Banyak sekali kita menyaksikan dalam perjalanan hidup kita ada orang saling bunuh hanya karena masalah yang kecil. Masalah yang kecil itu menjadi besar tatkala hatinya sempit.
Perbesarlah ruang hati kita dan jadilah lebih bijaksana dalam menghadapi masalah. Niscaya solusi akan terhampar seiiring dengan terhapar luarnya ruang hati kita. Dan yang paling penting Tetap Semangat dan Selalu Optimis.
Semoga bermanfaat.