Minggu, 04 Juli 2010

Liang Bua

LIANG BUA

Liang Bua merupakan suatu tempat peninggalan sejarah pada masa purbakala. Liang Bua terletak di perbukitan kapur bagian utara kota Ruteng. Liang Bua memiliki keunikan yang membuat semua orang tertarik yaitu tempat atau letaknya sangat strategis, indah dan sejuk.
Di samping itu, di sana juga terdapat banyak fosik-fosil dari hasil galian yaitu berupa tulang-tulang dan bentuk-bentuk lainnya. Dan hasil galian ini diketahui bahwa tempat ini telah dihuni oleh nenek moyang pada masa purbakala.
Dengan demikian, tempat ini harus kita jaga dan kita lestarikan keindahan alamnya, karena tempat ini merupakan suatu tempat bersejarah di Kabupaten Manggarai dan juga merupakan salah satu tempat pariwisata di Kabupaten Manggarai.

Pengertian Liang Bua
Liang Bua terdiri dari dua kata, yaitu Liang dan Bua. Liang berarti gua dan bua berarti dingin. Jadi Liang Bua merupakan suatu tempat peninggalan bersejarah pada masa purbakala, dimana atau tempatnya sangat dingin dan sejuk.

Letak Liang Bua
Liang Bua terletak di daerah perbukitan kapur di wilayah Kabupaten Manggarai, Flores. Meskipun sebagian besar wilayahnya berupa perbukitan kapur, akan tetapi daerah ini cukup subur, bahkan Manggarai sejak dulu dikenal sebagai salah satu lumbung padi untuk wilayah Flores.
Di samping memiliki potensi sumber daya alam yang menarik, Manggarai ternyata juga memiliki potensi sumber daya arkeologi yang mengagumkan. Hal tersebut dengan adanya arkeologi yang tersebar luas di daerah ini. Salah satu diantaranya adalah situs Liang Bua. Situs ini terletak di desa Liang Bua Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, sekitar 14 km dari utara kota Ruteng.

Penelitian di Liang Bua
Penelitian di Liang Bua pertama kali dilakukan oleh Theodorus Verhoeven, missionaris yang mengajar di Seminari Mataloko, Ngada tahun 1965. Ketika berkunjung di Liang Bua, gua tersebut masih digunakan untuk sekolah bagi anak-anak di sekitar Liang Bua. Hasil penelitian Verhoeven menggambarkan bahwa Liang Bua mengandung jejak kehidupan manusia yang berasosiasi dengan artefak batu dan tembikar.
Setelah Verhoeven, penelitian dilanjutkan oleh Prof. Dr. R.P. Soejono dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (sekarang Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional) tahun 1978 – 1989. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa situs Liang Bua telah dihuni sejak masa prasejarah, mulai dari masa paleolitik, mesolitik, neolitik, hingga masa paleometalik (logam awal). Berdasarkan hasil pertanggalan (dating) C14 dari kedalaman 3 meter diketahui bahwa Liang Bua telah dihuni oleh manusia modern sejak 10.000 tahun yang lalu.
Setelah mengalami kevakuman selama 12 tahun, maka atas prakarasa Prof. Dr. R.P. Soejono (Puslitbang-Arkenas) dan Prof. Mike Morwood (Universitas New England, Australia), diadakan kerjasama untuk melanjutkan penelitian di Liang Bua, antara 2001 – 2004. Selaku koordinator penelitian adalah Thomas Sutikna bersifat imerdisiplioner, melibatkan ahli dari berbagai disiplin ilmu, antara lain: arkeologi, geologi, geomorfologi, geokronologi, paleontologi, palinologi, dsb. Fokus penelitian diarahkan untuk memperoleh gambaran lengkap tentang kepurbakalaan situs Liang Bua. Penelitian gabungan ini melakukan penggalian hingga mencapai kedalaman 10,7 meter tanpa menemukan lapisan gua.

Penemuan Bersejarah
Di bawah lapisan tufa vulkanik yang berumur sekitar 11.000 tahun ditemukan lapisan budaya lagi yang mengandung artefak batu dan tulang-tulang binatang seperti stegodon (gajah purba), komodo, kura-kura, tikus, burung, dsb.
Di samping itu, ditemukan pula rangka manusia kerdil yang kemudian diberi nama Homo Florensiesis di kedalaman 6 meter yang berasal dari sekitar 18.000 tahun yang lalu. Manusia kerdil ini berjenis kelamina perempuan berumur sekitar 30 tahun, tinggi sekitar 106cm, volume otak sekitar 380cc (dibandingkan dengan otak manusia modern yang minimum memiliki volume otak 1200cc). Secara keseluruhan, lapisan yang mengandung temuan-temuan tersebut berumur antara 95.000 – 12.000 tahun yang lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar