Rabu, 23 Juli 2014

Sepucuk Surat dari Ayah dan Ibu



Anakku

Suatu ketika tiba waktunya aku menua,kumohon engkau mau memahamiku.Seperti saat aku menumpahkan segelas teh hangat yang kau berikan padaku di meja.Kekuatan tanganku pelan-pelan melemah,nak!Jangan kau bentak-bentak aku jika aku suka melakukan apa-apa yang aku suka,tanpa mempedulikan ini salah atau benar menurutmu,karena aku mudah lupa.Ulangilah perkataanmu jika aku tak mendengar apa yang kau katakan atau mungkin kau bisa menuliskannya di kertas.Maklum orang tua pendengarannya sudah dungu.
Penglihatanku juga sudah tak jelas ,maafkanlah aku tak bisa mengenalimu satu-persatu.Tapi aku masih ingat kok waktu kecilmu ,kau memamerkan gambar dari tulisan tanganmu,kau memamerkan mainan dan memamerkan pakaian-pakaian barumu.Maafkanlah jika bauku seperti bau orang tua,aku yang malas mandi .Orang tua sangatlah sensitive tehadap air dingin,kuminta kau mau sabar mengelap badanku yang tinggal tulang dan kulit ini.
Setiap aku berjalan,kuminta kau mau menatihku nak,seperti dulu aku mengajarimu berjalan.Sabar ya nak jika langkahku ini sangat pelan,sekali lagi sabaarlah…Suapilah aku dengan bubur atau makanan yang lembut sebab aku tak ber-gigi lagi seperti waktu dulu aku menyuapimu dengan semangkuk kecil bubur buatanku sendiri,yang hanya bercampurkan nasi dan garam diatas tungku kayu api…
Sempatkanlah barangkali sejenak,untuk bercengkrama denganku .Aku selalu dalam keadaan sendiri dalam sepanjang waktuku.Kau lebih sering sibuk bekerja.Sekalipun aku tak menarik buatmu.Biarpun aku sudah tak punya cerita untukmu .Janganlah kau merasa bosan denganku yang memintamu mengulangi kata-katamu berkali-kali,sebab aku sulit memahami apa pintamu kepadaku.Ingatlah dulu waktu kamu memintaku untuk memainkan layang layang,kau memintanya berkali-kali sampai aku benar-benar mau memainkanya untukmu…
Aku harap kau mau mendengarkanku,nak!
Ketika tiba saatnya aku terbaring sakit,kuharap kau mau merawatku .Mungkin beberapa saat sebelum aku menghabiskan waktu hidupku.Aku yang akan mengompol dan mengobrak-abrik  membuat berantakan saja.Aku harap kau akan memegang tanganku untuk menguatkanku menghadapi kematian.Dan jangan khawatir ketika aku menghadap Sang Pencipta,aku akan mengatakan pada-Nya bahwa kamu mencintai Ayah dan Ibu.

Sumber: http://fiksi.kompasiana.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar