NGGOR MATA LESO
Dahulu kala hiduplah seorang putra raja. Namanya Nggor Mata Leso. Ia disuruh ayahnya untuk mengunjungi keluarga pamannya. Amang “paman/saudara dari ibu” mempunyai dua anak gadis: Timung Te’e dan Welarunu. Untuk itu, putera raja naik kuda dan seorang mendi “hamba” bernama Ndiwa Lako Bali mengerek kuda.
Tibalah mereka di suatu kali yang dekat dengan kampung si paman. Nggor Mata Leso mandi dan pakaian mewahnya diletakkan di atas batu. Ketika ia sedang mandi, hambanya meninggalkan pakaian lusuhnya lalu mengenakan pakaian mewah putera raja. Setelah itu, si hamba segera menunggang kuda untuk menuju rumah paman.
Hamba yang kurang ajar itu masuk ke rumah paman putera raja dan memperkenalkan diri sebagai putera yang bernama Nggor Mata Leso. Tanpa hati-hati, keluarga paman menyambutnya dengan ramah dan sopan. Timung Te’e tampak sangat cerita karena bakal menjadi istri putera bangsawan. Tidak lama kemudian, datanglah Nggor Mata Leso yang sebenarnya tetapi tidak disambut secara ramah. Malam itu Nggor Mata Leso makan kulit ketela rambat dan tidur beralaskan tikar tua di dekat sangkar ayam. Walau diperlakukan sebagai hamba, Nggor Mata Leso tidak menolaknya. Ketika orang tua Timung Te’e berbicara dengan Ndiwa Lako Bali, diam-diam Welarunu memperhatikan wajah lelaki itu yang tampak tua dan kehitam-hitaman.
Keesokannya tatkala mentari pagi belum terbit, Welarunu pergi ke ladang untuk riang peti (usir burung yang mengganggu tanaman). Diam-diam Nggor Mata Leso mengikuti Welarunu. Di ladang mereka bercerita tentang segalanya. Kedua anak manusia itu pulang ke kampung setelah mentar terbenam. Sampai di rumah, Nggor Mata Leso masih diperlakukan sebagai hamba oleh pamannya. Timung Te’e bersikap masa bodoh terhadap putera raja tersebut. Hanya Welarunu yang tidak peduli terhadap Ndiwa Lako Bali.
Hari berikutnya karena ada caci, Welarunu tidak pergi ke ladang. Ia bersama gadis lain, termasuk kakaknya yang bernama Timung Te’e, pukul gendang. Ndiwa Lako Bali bermain caci, tetapi tiada seorang pun berani menantang “putera bangsawan”, kecuali Nggor Mata Leso. Diambilnya larik “cambuk yang terbuat dari kulit kerbau” lalu dipukulnya kepada Ndiwa Lako Bali. Baru sekali pukul, ujung larik mengena pada bagian mata Ndiwa Lako Bali yang langsung pingsan.
Setelah Ndiwa Lako Bali sadar kembali, ia mengakui kesalahannya kepada warga kampungl. Orang-orang sangat heran dan Timung Te’e sangat marah karena ditipu seorang mendi. Maka ketika Ndiwa Lako Bali masuk ke rumah si paman, pemilik rumah langsung mengusirnya seperti anjing. Si penipu itu pun pergi entah ke mana dengan menanggung rasa malu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar